GORONTALO – Pengadilan Negeri Gorontalo akhirnya menyidangkan secara perdana permohonan praperadilan dari pemohon mantan Sekretaris Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kota Gorontalo, Jumat (27/09/2024).
Melalui kuasa hukumnya yang tergabung dalam Major Law Office, Tim Hukum yang terdiri dari 8 orang advokat menggelar konferensi pers di Mary Coffee Kota Gorontalo.
Surat ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/21/VII/2024/Ditreskrimsus Polda Gorontalo atas nama MML beserta surat berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Hal mana yang menjadi permohonan dalam berkas permohonan praperadilan yang terdiri dari 34 halaman tersebut.
Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon, Rahmat Zulkifli Lukum, SH. dalam konferensi pers menegaskan poin-poin yang menjadi alasan permohonan praperadilan. Diantaranya:
- Tidak adanya proses penyelidikan terlebih dahulu yang dilakukan oleh termohon.
- Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang tidak pernah diterima oleh Pemohon maupun kuasa hukumnya.
- Menyoal mekanisme mendapatkan alat bukti.
- Kecukupan minimal 2 alat bukti.
- Pemanggilan sebagai saksi yang cacat formil.
- Pemohon tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka.
Pasa saat yang sama, Jupri, SH.MH menjelaskan secara detail alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan Praperadilan. Termasuk mengapa SPDP wajib diserahkan kepada terlapor.
Ia mengataka terkait salah satu poin penting dari alasan pengajuan Praperadilan yakni Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: SPDP/06.a/II/2023 tertanggal 13 Februari 2023. Sebagaimana dalam jawaban termohon hanya diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Gorontalo.
“Padahal dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 terkait pengujian Pasal 109 ayat 1 KUHAP yang berbunyi “Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum,” jelas Jupri.
Setelah judicial review di MK berbunyi “Penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/ pelapor dalam waktu paling lama 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan”. Artinya penyidik berkewajiban menyerahkan SPDP bukan hanya kepada pihak Kejaksaan Tinggi Gorontalo. Termasuk juga korban/ pelapor dan terlapor atau klien kami,” ungkapnya
Ia menambahkan, Selain putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015. Sebenarnya Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana sudah mengatur terkait itu juga. Pasal 14 ayat 1 menyebutkan SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, Pelapor/Korban, dan Terlapor dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan.
“Jadi sudah terlihat jelas bahwa Termohon telah melakukan unprosedural”, ujarnya
Sidang perdana permohonan Praperadilan yang dimulai pukul 10.00 tadi pagi di hadiri oleh banyak pihak keluarga dari pemohon.
Di sisi lain hadir dari kantor hukum Major Law Office yakni Rahmat Z Lukum, SH, Jupri, SH.MH, Muh. Syarif Lamanasa, SH.MH, Cakra Lukum, SH, Alfi Samsi Faqih Sigar, SH, Galang C.P Mooduto, SH, Teddy Edward, SH, Munandar Pakaya, SH, Hamdi Laiya, SH.MH dan Rizal La Nggolu, SH.**