Pohuwato – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Pohuwato dengan ini menyampaikan sikap tegas terhadap Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang saat ini tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) PMII Cabang Pohuwato, Moh. Hijrat Sumaga.
“Pertama, menegaskan profesionalisme TNI. PMII Kabupaten Pohuwato menekankan bahwa TNI harus tetap berpegang pada prinsip profesionalisme sebagaimana diamanatkan dalam amanat reformasi dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Reformasi ini bertujuan agar TNI tetap fokus pada pertahanan negara dan tidak kembali ke ranah politik praktis maupun bisnis,” ujar Hijrat, kepada media ini, Ahad (30/3/2025) kemarin.
Menurut Hijrat, pihaknya menilai bahwa terdapat beberapa poin dalam rancangan ini yang berpotensi bertentangan dengan semangat reformasi dan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi Indonesia.
“Dan kedua, menolak Keterlibatan TNI di luar fungsi pertahanan. Kami menolak segala ketentuan dalam RUU TNI yang berpotensi membuka kembali ruang bagi TNI untuk terlibat dalam urusan sipil, seperti jabatan di kementerian/lembaga sipil. Hal ini bertentangan dengan semangat supremasi sipil dan demokrasi yang telah diperjuangkan dalam reformasi,” tegasnya.
Kemudian yang ketiga, pihaknya juga menekankan bahwa, mendorong transparansi dan partisipasi publik.
“Kami mendesak agar proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara transparan dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan para pakar. Partisipasi publik yang luas akan memastikan bahwa aturan yang disusun tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi dan reformasi sektor keamanan,” tambah Hijrat.
Tak hanya itu, Hijrat bilang, perlu adanya pengawasan yang komprehensif dalam mengawal akuntabilitas TNI.
“Terakhir, kami meminta agar pengawasan terhadap TNI, baik dari aspek anggaran maupun kebijakan operasional, tetap berada dalam koridor yang jelas dengan mekanisme akuntabilitas yang kuat. Hal ini penting untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan serta memastikan kepatuhan terhadap hukum nasional dan prinsip hak asasi manusia,” terangnya.
Dengan demikian, pihaknya secara tegas menolak pengesahan UU TNI yang telah disahkan pada 20 Maret 2025. Bahkan, mereka meminta kepada DPR dan Pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pasal-pasal dalam RUU TNI yang berpotensi melemahkan prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan profesionalisme TNI.
“Pernyataan sikap ini kami sampaikan sebagai bentuk komitmen kami dalam menjaga reformasi TNI dan demokrasi di Indonesia,” tutup Hijrat.