Menjadi Pribadi yang Tangguh

IBNU MAS’UD mengatakan, Sesungguhnya jiwa manusia itu mempunyai saat di mana Ia ingin beribadah dan ada saat dimana enggan beribadah. Diantara dua keadaan itulah manusia menjalani kehidupan ini. Dan di antara dua keadaan itu pula nasib manusia ditentukan.

Pribadi pantang menyerah (tangguh) adalah sebutan bagi pribadi yang tidak merasa lemah terhadap sesuatu yang terjadi dan menimpanya. Pribadinya menganggap sesuatu yang terjadi itu dari segi positifnya. Ia yakin betul bahwa skenario Allah itu tidak akan meleset sedikit pun.

Pribadi tangguh ini, tidak lain merupakan pribadi yang memiliki kemampuan untuk bersyukur apabila ia mendapat sesuatu yang berkaitan dengan kebahagiaan, kesuksesan, mendapat rezeki, dan lain-lain. Sebaliknya, jika ia mendapati sesuatu yang tidak diharapkannya, entah itu berupa kesedihan, kegagalan, mendapat bala bencana, dan lain-lain, maka Ia memiliki ketahanan untuk selalu bersabar. Dan pribadi seperti ini memposisikan setiap kejadian yang menimpanya adalah atas ijin dan kehendak Allah. Ia pasrah dan selalu  berusaha untuk bangkit dengan cara mengambil pelajaran dari setiap kejadian tersebut.

Pribadi pantang menyerah ini bukan saja semata-mata secara fisik, tapi lebih penting justru adanya sifat positif dalam jiwanya yang begitu tangguh dan kuat. Seseorang menjadi kuat, pada dasarnya karena mentalnya kuat. Seseorang menjadi lemah, karena mentalnya lemah. Begitu juga, seseorang sukses, karena Ia memiliki keinginan untuk sukses, dan seseorang gagal, karena ia berbuat gagal.

Dalam hal ini, ada hadits Nabi SAW yang menyebutkan bahwa: orang mukmin yang kuat lebih disukai dan/lebih baik dari mukmin yang lemah. Jadi, manusia tangguh dam kuat itu, sudah seharusnya menjadi cita-cita kita dalam rangka mengabdi kepada Allah.

Dalam konteks ini, dapat disebutkan bahwa kesuksesan menurut pandangan AI-Quran itu memiliki dua syarat pokok. Yakni iman dan ilmu. Kedua hal ini, kalau kita kaji secara rindu, jelas-jelas memiliki pengaruh sangat besar dalam kehidupan manusia. Dengan kuatnya iman seseorang, maka ia akan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan manusia. Menurut M. Ridwan IR lubis (1985), ada tiga pengaruh iman yaitu berupa: kekuatan berpikir, kekuatan fisik. dan kekuatan ruh.

Untuk mencapai kekuatan iman itu, kuncinya terletak pada pribadi kita. Kalau kita cermati, sebenarnya pembentukan sifat pribadi tangguh ini adalah berawal dari sifat optimisme yang menyelimuti pola pikir orang tersebut.

Setelah kita mampu bersikap optimis, lalu pola pikir kita pun harus dibiasakan berpikir secara positif dan percaya diri. Mungkin Anda bertanya,  berpikir positif kepada siapa? Paling tidak ada empat taktik berpikir positif yang perlu kita bangun dalam kehidupan keseharian agar menjadi pribadi  tangguh.

Pertama, Berpikir positif kepada Allah. Setiap kejadian, peristiwa dan fenomena kehidupan ini pasti ada sebab musababnya. Tugas kita, hanya berpikir dan membaca. Ada apa di balik semua itu? lalu, kita mengambil pelajaran dari kejadian itu dan selanjutnya mengamalkan yang baiknya dalam perilaku keseharian.

Kedua, Berpikir positif terhadap diri sendiri. Setiap manusia, dilahirkan sebagai pribadi yang unik. Karena bagaimanapun wajah dan sifat kita mirip dengan orang lain. Tapi, yang jelas ada saja perbedaan antara keduanya. Sifat dan pribadi unik inilah yang harus kita jaga. ltu adalah potensi positif, modal dasar untuk mencapai keleluasaan langkah kita. Bagaimana orang lain akan menjunjung kita, kalau kita sendiri meremehkan dan tidak ‘mengangkatnya’. Selain itu, kita juga harus yakin bahwa kita dilahirkan ke dunia ini sebagai sang juara, the best. Fakta membuktikan, dari berjuta-juta sel sperma yang disemprotkan bapak kita, tapi ternyata yang mampu menembus dinding telur ibu kita dan dibuahi, hanya satu. Itulah kita, ‘sang juara’. Hal ini, kalau kita sadari akan menjadi sebuah motivasi luar biasa dalam menjalani hidup ini.

Ketiga, Berpikir positif pada orang lain. Orang lain itu, manusia biasa sama dengan kita. Dia mempunyai kesalahan dan kekhilafan, yang tentu hati nuraninya tidak menghendakinya. Pandanglah, orang lain itu dari sisi positifnya saja dan menerima sisi negatifnya sebagai pelajaran bagi kita. Belajarlah dari seekor burung Garuda. Ia mengajarkan anaknya untuk terbang dari tempat yang tinggi dan menjatuhkannya. lalu jatuh, diangkat lagi dan seterusnya sampai ia bisa terbang sendiri. Hati Garuda juga bersih, tidak mendendam. Ia kalau waktunya bermain ‘cakar-cakaran’. Tapi, kalau diluar itu Ia akur, damai kembali.

Keempat, Berpikir positif pada waktu. Setiap manusia diberi waktu yang sama, dimana pun dia berada. Sebanyak 24 jam sehari atau 86.400 detik sehari. Waktu itu, ingin kita apakan? Kita gunakan untuk tidur seharian, kerja keras, mengeluh, berdemonstrasi, bergunjing, santai, menuntut ilmu, menolong orang lain, melamun, ibadah, dan lainnya. Waktu itu tidak akan protes. Yang jelas, setiap detik hidup kita akan diminta pertanggung jawabannya kelak di hadapan Allah SWT. Bagi mereka yang biasa mengisi waktunya dengan amal-amalan saleh dan berada dalam keimanan, maka ia akan memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Oleh: Arda Dinata (Penulis)

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts