Opini

Bajingan Politik dan Idealisme Akademik

OPINI – Dunia politik sering digambarkan sebagai arena penuh intrik, kepentingan, dan strategi manipulatif. Sebaliknya, akademik adalah ranah pencarian kebenaran, idealisme, dan nilai-nilai luhur. Namun, ketika politik dan akademik bersinggungan, terciptalah sebuah dinamika yang memunculkan pertanyaan: apakah mungkin idealisme akademik dapat bertahan di tengah bajingan politik yang menguasai struktur kekuasaan?

Politik: Sebuah Arena Bajingan?

Politik seringkali diartikan sebagai seni mencapai kekuasaan. Dalam praktiknya, politik adalah permainan kompleks yang melibatkan kompromi, lobi, bahkan manipulasi. Tidak sedikit politisi yang menggunakan tipu daya, korupsi, dan nepotisme demi mempertahankan kekuasaan. Istilah “bajingan politik” bukan tanpa alasan; ia menggambarkan aktor-aktor politik yang mengorbankan moralitas dan integritas demi ambisi pribadi atau kelompoknya.

Namun, apakah semua politisi otomatis menjadi bajingan? Jawabannya tentu tidak. Politik adalah alat netral; siapa yang memegang kendali akan menentukan arah penggunaannya. Persoalannya adalah bahwa sistem politik sering kali cenderung menarik individu-individu yang lebih mementingkan keuntungan pragmatis dibandingkan idealisme. Struktur kekuasaan yang didasarkan pada uang, kekuatan massa, dan pengaruh membuat nilai-nilai etis tersingkirkan.

Idealisme Akademik: Pilar Kebenaran yang Terkikis

Sebaliknya, dunia akademik berdiri di atas fondasi idealisme. Ia bertujuan mencari kebenaran, mengembangkan pengetahuan, dan menciptakan solusi bagi peradaban. Akademisi memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga objektivitas dan integritas. Di ruang kelas, laboratorium, atau perpustakaan, idealisme akademik menjadi bintang penuntun yang menolak bias dan manipulasi.

Namun, idealisme ini menghadapi tantangan besar ketika bersentuhan dengan politik. Banyak kebijakan pendidikan tinggi atau penelitian yang dipengaruhi oleh kepentingan politik. Di Indonesia, misalnya, sering kali terjadi kasus di mana perguruan tinggi dipaksa berkompromi dengan kekuasaan demi pendanaan atau perlindungan. Dalam skenario ini, akademisi berhadapan dengan dilema: mempertahankan idealisme dan berisiko kehilangan dukungan atau tunduk pada bajingan politik untuk bertahan.

Ketegangan antara Bajingan Politik dan Akademisi Idealistis

Ketika dunia politik dan akademik berinteraksi, ketegangan tak terelakkan. Bajingan politik sering kali melihat akademisi sebagai ancaman, terutama ketika mereka menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang tidak adil atau korupsi. Di sisi lain, beberapa akademisi justru tergoda untuk masuk ke dunia politik dengan harapan membawa perubahan. Ironisnya, banyak yang akhirnya menjadi bagian dari sistem yang mereka kritik.

Kehadiran “akademisi politik” ini melahirkan dualisme. Di satu sisi, mereka memiliki akses untuk memengaruhi kebijakan publik. Di sisi lain, mereka sering kali terjebak dalam pusaran kompromi politik yang membuat idealisme mereka tergerus. Apakah ini berarti dunia akademik sepenuhnya kalah dari politik? Tidak sepenuhnya. Beberapa akademisi tetap teguh pada prinsipnya, meskipun berada di tengah tekanan besar.

Korupsi Pemikiran dan Pengetahuan

Salah satu dampak paling merusak dari intervensi politik terhadap dunia akademik adalah korupsi pengetahuan. Penelitian atau kebijakan berbasis data sering kali dimanipulasi demi mendukung kepentingan politik tertentu. Sebagai contoh, penelitian tentang dampak lingkungan dari proyek-proyek besar sering kali disesuaikan agar tampak menguntungkan. Praktik ini bukan hanya mengkhianati idealisme akademik, tetapi juga merugikan masyarakat luas yang bergantung pada pengetahuan yang akurat.

Selain itu, ada pula kasus-kasus di mana akademisi dipaksa untuk mendukung agenda politik tertentu. Ancaman terhadap kebebasan akademik ini mencerminkan dominasi bajingan politik yang tidak segan-segan mencengkeram institusi pendidikan demi keuntungan pribadi atau kelompoknya.

Harapan di Tengah Ketidakpastian

Meski bajingan politik sering kali mendominasi panggung kekuasaan, masih ada harapan bahwa idealisme akademik dapat bertahan. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:

  • Memperkuat Kebebasan Akademik: Akademisi harus dilindungi dari tekanan politik. Hukum dan regulasi yang menjamin otonomi perguruan tinggi harus ditegakkan.
  • Membangun Etika Politik: Meski terdengar utopis, mendorong politisi untuk mengadopsi etika politik yang lebih manusiawi dan berbasis nilai dapat mengurangi dominasi “bajingan” dalam sistem.
  • Pendidikan Kritis: Generasi muda harus dididik untuk berpikir kritis dan memahami pentingnya idealisme dalam kehidupan publik.
  • Kolaborasi yang Sehat: Dunia akademik dan politik tidak harus selalu berseberangan. Kolaborasi berbasis nilai bersama dapat menciptakan kebijakan yang lebih efektif dan adil.

Merawat Idealisme di Tengah Badai

Dunia yang ideal memang tidak pernah ada, tetapi itu tidak berarti kita harus menyerah pada pragmatisme semata. Bajingan politik mungkin akan terus ada, tetapi mereka hanya akan berjaya jika masyarakat, termasuk akademisi, memilih diam.

Sebaliknya, idealisme akademik harus terus diperjuangkan, bukan hanya sebagai simbol moral, tetapi juga sebagai fondasi peradaban. Akademisi memiliki peran strategis dalam menantang ketidakadilan, melawan manipulasi, dan memberikan alternatif yang lebih baik. Jika idealisme akademik dapat bertahan, maka ia akan menjadi mercusuar harapan di tengah gelombang ketidakpastian yang ditimbulkan oleh bajingan politik.

Penulis: Zayn Aldjufri (Kaum Marjinal)

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts