Penulis: Moh Fikri Papempang (Kader HMI Vabang Pohuwato)
OPINI – Di tengah maraknya kerusakan lingkungan yang di sebabkan oleh aktivitas pertambangan Tampa izin (PETI) di kabupaten Pohuwato menyebabkan sedimentasi di setiap bantaran sungai, kemudian datang pelaku-pelaku kerusakan lingkungan untuk pembawa solusi “palsu” mereka yang merusak lingkungan mereka juga yang hadir untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan itu sendiri.
Tambang ilegal ini menyumbang kerusakan lingkungan yang parah. Hutan-hutan dibuka tanpa izin, air sungai tercemar logam berat, dan tanah kehilangan kesuburannya.
0Anehnya, para pelaku usaha tambang ilegal seringkali hadir sebagai penolong masyarakat karena membagikan sembako, mmberikan bantuan pembangunan mesjid, mensponsori kegiatan daerah, mengatasi masala sedimentasi, atau memberi sumbangan kepada tokoh lokal.
Padahal, semua kebaikan itu tak sebanding dengan kerusakan ekologis yang mereka timbulkan dan ancaman kesehatan jangka panjang yang harus ditanggung warga.
Konflik kepentingan pun menjadi akar dari suburnya tambang ilegal. Dalam banyak kasus, oknum aparat, politisi, atau pengusaha lokal terlibat langsung dalam jaringan ini. Maka tak heran jika aktivitas yang jelas-jelas melanggar hukum justru dibiarkan atau bahkan diam-diam dilindungi.
Alih-alih ditegakkan, hukum justru ditekuk untuk melindungi kepentingan elite. Inilah bentuk nyata dari “solusi palsu” ketika hukum disalahgunakan untuk membenarkan pelanggaran, dan kerusakan disulap menjadi kebaikan semu.
Usaha ini bukanlah sebuah solusi tetapi justrus rekayasa sosial , untuk memastikan agar perbuatan melawan hukum tetap akan dilanjutkan, Menurut saya ini bukan solusi tetapi “KOSMETIK KEPALSUAN” bagai mana tidak Meraka yang hadir sebagai perusak lingkungan mereka juga mencitrakan diri sebagai penyelamat lingkungan, masyarakat dibuat Percaya bahwa langkah ini adalah langkah yang strategis untuk mengatasi masala lingkungan.
Ironisnya bahkan ketika masyarakat/mahasiswa melakukan kritkan sebagai bentuk kasih sayang terhadap bumi panua Pohuwato justru di bungkam. Kami yang justru mati-matian mempertahankan lingkunganya di anggap sebagai penghambat pembangunan, padahal perjuangan kami bukan hanya hak masyarakat tetapi hak dasar atas tanah, air udara dan masa depan yang layak.
Jika tambang ilegal ini terus di biarkan dan pelaku-pelakunya terus di maklumi atas dasar kontribusi sosial, maka kerusakan yang terjadi bukan hanya lingkungan, tetapi juga moral dan keadilan sosial.
Sudah saatnya kita menyadari tidak semua yang mengaku penyelamat benar-benar menyelamatkan, bahkan justru merusak secara sistematis, lalu menutupinya Dengan dalih kebaikan kita tidak boleh lagi tertipu dengan solusi “palsu”.