Penulis : Fikri Mapempang (Kader HmI Cabang Pohuwato)
OPINI – 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, sebuah momentum penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut, tahun 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang memperkenalkan dasar negara Indonesia merdeka—yang kemudian kita kenal sebagai Pancasila.
Tahun ini, tepat pada hari Minggu, 1 Juni 2025, masyarakat kembali memperingati hari bersejarah ini. Namun, peringatan tersebut seakan menjadi formalitas tahunan belaka di tengah situasi bangsa, khususnya Kabupaten Pohuwato, yang justru memperlihatkan kemunduran dalam penerapan nilai-nilai luhur Pancasila.
Pancasila bukan sekadar nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Ia adalah ideologi dan dasar negara. Sayangnya, implementasi nilai-nilai tersebut kini terasa hampa. Tiap sila mengandung makna dan harapan yang mendalam: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial. Semua ini seharusnya menjadi fondasi dalam berbangsa dan bernegara.
Namun, realitas di Pohuwato menunjukkan sebaliknya—nilai-nilai Pancasila seolah dikebiri oleh pemerintah daerah yang memilih diam atas kondisi lingkungan yang kian memburuk.
Siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan? Apakah hanya masyarakat biasa yang harus menanggung akibatnya?
Di mana peran pemerintah desa, pemerintah kabupaten, dan perusahaan tambang? Gunung-gunung yang gundul, hutan yang rusak, banjir dan tanah longsor yang makin sering terjadi adalah bukti nyata dari minimnya tanggung jawab kolektif atas keberlanjutan alam.
Setiap musim hujan, banjir selalu datang. Banyak warga menjadi korban. Pemerintah hanya sibuk dengan dapur darurat dan tim tanggap bencana. Bencana seolah menjadi proyek tahunan yang masuk dalam anggaran rutin. Padahal, semua ini erat kaitannya dengan aktivitas tambang ilegal (PETI) di beberapa kecamatan.
Ironisnya, pemerintah seolah menutup mata. Nilai-nilai Pancasila hanya menjadi simbol tanpa makna. Aparat penegak hukum pun tidak menunjukkan tindakan konkret. Bahkan dengan pergantian Kapolres yang baru, masalah tambang ilegal seakan tetap dibiarkan, menunggu hingga korban berjatuhan akibat kerusakan lingkungan yang terus terjadi.
Empat hari lagi, 5 Juni 2025, kita akan memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Ini seharusnya menjadi momentum refleksi: apakah kita sudah adil terhadap lingkungan? Apakah kita telah merawat dan menjaga ekosistem sebagaimana amanat Pancasila?
Sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Pohuwato, saya akan terus mengawal isu kerusakan lingkungan yang selama ini seolah didiamkan oleh pemerintah dan aparat hukum.
Melalui tulisan ini, dan bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila, saya menyerukan kepada Pemerintah Kabupaten Pohuwato agar menunjukkan keseriusannya dalam menangani kerusakan lingkungan, terutama yang disebabkan oleh aktivitas tambang ilegal.
Pancasila adalah pedoman. Jangan biarkan ia hanya menjadi slogan. Mari kita hidupkan nilai-nilainya—dalam kebijakan, dalam tindakan, dan dalam sikap terhadap lingkungan.