Penulis: Riyanto Ismail (Ketua DPD KNPI Provinsi Gorontalo)
OPINI – Gorontalo memiliki sejarah panjang tentang keberanian dan perlawanan. Dari tanah Hulondalo ini lahir tokoh, nilai adat, dan spirit keislaman yang menegaskan bahwa kekuasaan harus berpihak pada kebenaran dan keadilan. Dalam konteks hari ini, estafet perjuangan itu berada di tangan pemuda Gorontalo
Pemuda Gorontalo bukan kelompok kecil. Mereka adalah mayoritas penduduk usia produktif yang seharusnya menjadi kekuatan politik dan sosial. Namun realitas menunjukkan, pemuda masih sering diposisikan sebagai pelengkap demokrasi dirangkul saat pemilu, disisihkan setelah kepentingan kekuasaan tercapai. Ini bukan sekadar persoalan partisipasi, tetapi persoalan keberanian politik.
Padahal, potensi pemuda Gorontalo sangat besar. Dari pesisir hingga pegunungan, dari kampus hingga desa, pemuda Gorontalo memiliki modal intelektual, kultural, dan spiritual. Mereka paham nilai “Adati Hula-hulaa to Saraa, Saraa Hula-hulaa to Kuru’ani”, sebuah prinsip luhur yang menegaskan bahwa kekuasaan harus tunduk pada adat, hukum, dan nilai keadilan. Inilah fondasi etika politik yang seharusnya dihidupkan kembali oleh generasi muda
Persoalan daerah hari ini mulai dari kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam, kemiskinan struktural, terbatasnya lapangan kerja, hingga lemahnya tata kelola pemerintahan tidak akan selesai tanpa keterlibatan aktif pemuda. Ketika tambang dan ekspansi ekonomi tidak berpihak pada rakyat, pemuda tidak boleh diam. Diam adalah bentuk persetujuan paling berbahaya.
Politik bagi pemuda Gorontalo tidak boleh dimaknai sebatas kontestasi jabatan. Politik adalah alat perjuangan untuk memastikan tanah Gorontalo tidak rusak, laut tidak dirampas, dan generasi mendatang tidak mewarisi krisis. Karena itu, pemuda harus hadir sebagai pengontrol kebijakan, penggerak kesadaran publik, dan jika perlu, sebagai pemimpin alternatif yang bersih dan berani.
Era digital memberi peluang besar bagi pemuda Gorontalo untuk membangun kekuatan politik baru yang lebih terbuka dan partisipatif. Media sosial, komunitas kreatif, dan organisasi kepemudaan bisa menjadi ruang konsolidasi gagasan dan gerakan. Namun semua itu harus dibarengi dengan literasi politik agar pemuda tidak mudah terjebak hoaks, politik uang, dan polarisasi sempit.
Masa depan Gorontalo tidak ditentukan oleh seberapa kuat elite mempertahankan kekuasaan, tetapi oleh seberapa berani pemuda mengambil posisi. Pemuda Gorontalo harus naik kelas: dari objek politik menjadi subjek perubahan dari penerima dampak kebijakan menjadi penentu arah kebijakan
Karena Gorontalo tidak hanya membutuhkan pembangunan fisik, tetapi juga keberanian moral dan kepemimpinan muda yang berpihak pada rakyat. dan sejarah selalu mencatat ketika pemuda bergerak, Gorontalo tidak akan pernah kalah. (*)







